Analisa Geokimia Batuan Induk
Tujuan utama analisa geokimia dalam eksplorasi hidrokarbon pada dasarnya
meliputi : menentukan potensi batuan induk, menetukan tipe kerogen, dan
kematangan batuan induk.
Tujuan-tujuan ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran dari arah
migrasi Minyak bumi yang berguna untuk mengembangkan sumur pemboran dan
menentukan kelanjutan dari penyelidikan pemboran.
Pelaksanaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut dapat
ditakukan melalui tiga tahapan dasar yaitu :
a.
Analisa organik matter
b.
Analisa tipe organik matter
c.
Analisa kematangan batuan induk
Pada bab ini hanya membahas dari pada
analisa organik matter dan tipe-tipe organik matter, sedang pada bab
selanjutnya akan membahas secara tersendiri mengenai analisa batuan induk
dengan menggunakan Metode Lopatin.
1.1 Dasar Teori
1.2.1 Analisa Jumlah
Organik Dalam Batuan Induk
Jumlah material organik yang terdapat di
dalam batuan sedimen dinyatakan sebagai Karbon Organik Total (TOC). Analisis
ini cukup murah, sederhana dan cepat. Biasanya memerlukan satu gram batuan,
tetapi jika sample banyak material organik, jumlah yang lebih kecil dari satu
gram cukup.
Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganalisis karbon, Leco
Carbon Analyzer.
Dimana tekniknya cukup sederhana, yaitu dengan membakar sample yang
berbentuk bubuk, bebas mineral karbonat pada temperatur tinggi dengan batuan
oksigen. Semua karbon organik dirubah menjadi karbon dioksida, yang kemudian
diperangkap dalam alat tersebut dan dilepaskan dalam suatu detector ketika
pembakaran sudah usai jumlah karbon organik di dalam batuan karbonat harus
dihilangkan dalam sample dengan asam klorida sebelum pembakaran, karena mineral
karbonat juga terurai selama pembakaran dan menghasilkan karbon dioksida. Sample
dengan kandungan TOC rendah biasanya dianggap tidak mampu membentuk hidrokarbon
yang komersial dan karena itu sample seperti biasanya tidak dianalisis lebih
lanjut. Titik batas didiskualifikasikan biasanya tidak merata, tetapi pada
umumnya antara 0,5 dan 1 % TOC.
Sample yang terpilih, dianalisis lebih
lanjut untuk tipe material organik yang dikandungnya.
Jika penentuan TOC ditentukan terhadap
sample inti bor, maka pengambilan sample tersebut didasarkan pada litologi yang
menarik. Sebelum melakukan penentuan TOC, teknisi harus membuang kontaminan dan
material jatuhan. Jika terdapat
lebih dari satu litologi dalam suatu sample, maka kita harus melakukan
pengambilan material tertentu saja. Pendekatan lain adalah tanpa memilih
materialnya dengan harapan agar kita mendapatkan harga yang mencerminkan
keseluruhan sample.
Kekurangan dari cara ini adalah kita secara tidak sadar mencampur material
kaya yang seringkali jumlahnya relatif sedikit dengan material yang tidak
mengandung material organik (kosong) yang jumlahnya cukup banyak, sehingga
akhirnya memberikan data yang membuat kita menjadi pesimis. Karena kedua cara
tersebut berbeda, maka jika tidak seseorang akan melakukan interpretasi
haruslah mengetahui metode mana yang telah ditempuh agar dapat menghasilkan interpretasi
dengan akurasi tinggi.
1.2.2 ANALISA KAMATANGAN BATUAN INDUK
1.2.2.1 Tingkat Kematangan Minyak Bumi
Para ahli berpendapat bahwa proses kematangan dikontrol oleh suhu dan
waktu. Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang rendah
dalam waktu yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak bumi. Mengenai
jenis Minyak bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat kematangan panas
batuan induk, semakin tinggi tingkat kematangan panas batuan induk maka akan
terbentuk Minyak bumi jenis berat, Minyak bumi ringan, kondensat dan pada
akhirnya gas.
Dari pengaruh suhu dan kedalaman sumur, umur batuan juga berperan dalam
proses pembentukan minyak bumi. Umur suatu batuan erat hubungannya dengan
lamanya proses pemanasan bedangsung serta jumlah panas yang diterima batuan
induk, sehingga suatu batuan induk yang terletak pada kedalaman yang dangkal,
pada kondisi temperatur yang rendah dapat mencapai suhu pembentukan minyak bumi
dalam suatu skala waktu tertentu.
Dari hasil suatu riset, Bissada (1986) menyatakan bahwa temperatur
pembentukan minyak bumi sangat bervariasi. Dijelaskan bahwa batuan yang berusia
lebih muda relatif memerlukan temperatur yang lebih tinggi dalam pembentukan
minyak bumi.
5 tahapan zonasi
pematangan minyak bumi menurut Bissada (1986) adalah :
1. Zona I : dimana gas dapat terbentuk sebagai akibat
aktivitas bakteri tidak ada minyak yang dapat dideteksi kecuali minyak bumi
tersebut merupakan zat pengotor atau hasil suatu migrasi.
2. Zona II : merupakan
awal pembentukan minyak bumi. Hasil utama yang terbentuk pada zona ini adalah
gas kering basah dan sedikit kondensat. Adanya pertambahan konsentrasi minyak
akan menyebabkan minyak burni terus mengalami pengeceran, tetapi belum dapat
terbebaskan dari batuan induknya. Begitu titik kritis kemampuan menyimpan
terlampaui, proses pelepasan minyak bumi sebagai senyawa yang telah matang
dimulai.
3. Zona III : merupakan
zona puncak pembentukan dan pelepasan minyak bumi dari batuan induk. Bentuk
utama yang dihasilkan berupa gas dan minyak bumi. Dengan bertambahnya tingkat
pematangan maka minyak yang berjenis ringan akan terbentuk.
4. Zona IV : merupakan zona peningkatan pembentukan
kondensat gas basah.
5. Zona V : merupakan zona terakhir, dicirikan dengan suhu
yang tinggi sehingga zat organik akan terurai menjadi gas kering (metana)
sebagai akibat karbonisasi. Perubahan yang terjadi sebagai akibat penambahan
panas dan lamanya pemanasan pada kerogen atau batubara dapat bersifat kimia dan
fisika, seperti diuraikan oleh Bissada (1980) sebagai berikut :
a. Daya pantul cahaya dari partikel vitrinit
akan meningkat secara eksposnensial.
b.
Warna kerogen akan berubah menjadi lebih gelap.
c.
Adanya peningkatan mutu batubara, dengan
kandungan volatile akan berkurang.
d.
Sifat kimia dari kerogen akan berubah, kandungan
oksigen dan hidrokarbon akan berkurang sehingga perbandingan dari atom oksigen
/ karbon dan hydrogen / karbon akan menurun dan akhirnya hanya akan membentuk
karbon mumi (grafit).
ZONE I
BIOHEMICAL
METANE GENERATION
DRY
GAS
|
ZONE II
INITIAL
THERMOCHEMICAL GENERATION
NO
EFFECTIVE OIL RELEASE
DRY
GAS - WET GAS - CONDENSATE - (OIL ?)
|
ZONE III
MAIN
PHASE OF MATURE OIL GENERATION AND RELEASE OIL AND GAS
|
ZONE IV
THERMAL
DEGRADATION OF HEAVY HIDROCARBON
(OIL
PHASE - OUT)
CONDENSATE
WET GAS - DRY GAS
|
ZONE V
INTENSE
ORGANIC METAMORFISM: METANA FORMATION DRY GAS
|
Zonasi pembentukan minyak bumi (Sissada,
1986)
1.2.3 Identifikasi kematangan minyak bumi
Perubahan thermal zat organik mungkin akan dimulai pada kondisi temperatur
sebesar 1000 C. Perubahan temperatur yang teejadi dapat menyebabkan
terjadinya proses metamorfosa dan ini akan sangat berpengaruh pada kondisi zat
organik yang terkandung dalam sedimen. Sehingga saat ini berkembang suatu cara
pengidentifikasian pematangan berdasarkan data geokimia organik yaitu dengan
cara :
1.
Analisa
Pantulan vitrinit
Analisa ini berdasarkan pada kemampuan daya pantul cahaya vitrinit.
Besarnya pantulan vitrinit merupakan petunjuk langsung untuk tingkat kematangan
zat organik, terutama humus yang cenderung membentuk gas dan merupakan petunjuk
tidak langsung untuk sapronel kerogen yang cenderung membentuk minyak (Cooper,
1977). Kemampuan daya pantul ini merupakan fungsi temperatur artinya dengan
perubahan waktu pemanasan dan temperatur akan menyebabkan warna vitrinit
berubah dibawah sinar pantul.
Cara penganalisaam pantulan vitrinit ini yaitu dengan mengambil contoh
batuan dari kedalaman tertentu diletakkan diatas kaca preparat dan direkatkan
dengan epoxyresin. Kemudian digosokkan dengan kertas korondum kasar sampai
halus dan terakhir dengan menggunakan alumina. Selanjutnya contoh batuan
tersebut diuji dalam minyak immersi (indeks bias = 1,516) dengan menggunakan
mikroskop dan suatu micro photomultiplier dan digital voltmeter attachment.
Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap vitrinit berdasarkan suatu standart yang
terbuat dari gelas. Table di bawah memperlihatkan hubungan antara nilai
pantulan vitrinit dengan tingkat kematangan hidrokarbon. (Tissot and
Welte, 1978).
VITRINITE REFLECTANCE
|
HYDROCARBON TYPE
|
0,33 – 0,35
0,35 – 0,66
0,60 – 0,80
0,80 – 1,30
1,30 – 1,60
1,60 – 2,00
> 2,00
|
Biogenic gas
Biogenic gas and oil immature
Immature oil
Mature oil
Mature oil, condensat, wet gas
Condensat, wet gas
Petrogenoic methane gas
|
2.
Analisa
Indeks Warna Spora
Analisa ini untuk mengetahui tingkat kematangan
zat organik dengan menggunakan mikro fosil dari sekelompok spora dengan serbuk
sari. Analisa ini dilakukan dengan cara contoh kerogen yang diperlukan dari
keratan bor diuraikan dengan cairan asam kemudian contoh spora atau tepung sari
ini diletakkan pada kaca preparat dan diamati tingkat warnanya dengan suatu
skala warna melalui mikroskop.
Kesulitan dalam analisis indeks warna
spora ini terkadang timbul dalam hal membandingkan tingkat warna dari suatu
contoh spora atau tepung sari dengan warna standart tertentu. Keterbatasan lainnya
adalah bahwasannya tingkat warnan spora akan sangat tergantung pada ketebalan
dindingnya, pada beberapa jenis spora efek panas yang mengenainya terkadang
tidak selalu tercermin dari perubahan warnanya. Table 3.2. memperlihatkan
hubungan antara warna dari spora atau tepung sari dengan tingkat kematangannya.
SCI
|
PALYNOMORPH COLOUR
|
MATURITY DEGREE
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
Pale Yellow
Yellow
Yellow
Gold Yellow
Brown
Drak Brown
Drak Brown to Black
Black
|
Immature
Immature
Transition to mature
Transition to mature
Mature
Optimum oil generation
Optimum oil generation
Mature, gas condensat
Over mature, dry gas
Over mature, dry gas (traces)
|
3.
Indeks
Pengubahan Thermal
Metode ini mempergunakan penentuan warna secara
visuil dari pollen (serbuk kepala putik) dan zat organik lainnya, dari warna
kuning, coklat sampai hitam. Klasifikasi ini dihubungkan langsung dengan
pembentukan atau pematangan dari minyak dan gas bumi.
1.2.4 Identifikasi
Kematangan Berdasarkan Pyrolisis
1.
Metode
Analisis
Alat yang dipergunakan untuk ini adalah
rock-eval. Di dalam pyrolisis, sejumlah kecil bubuk sample (biasanya sekitar 50
-100 mg) dipanasi secara perlahan tanpa adanya oksigen dari suatu temperatur
awal 2500 C ke temperatur maksimum 5500 C.
Selama pemanasan berlangsung dua jenis
hidrokarbon dikeluarkan dari batuan. Hidrokarbon yang pertama, yang keluar
sekitar 2500 C, merupakan hidrokarbon yang sudah ada dalam batuan.
Hidrokarbon ini setara dengan bitumen yang dapat diekstraksi dengan
mepergunakan pelarut. Detector pada Rock-Eval akan merekam hal ini dan
menggambarkannya dalam bentuk S1 pada kertas pencatat. Dengan menerusnya
pemanasan, aliran hidrokarbon yang sudah ada di dalam batuan mulai berkurang.
Pada temperatur 3500 C jenis hidrokarbon jenis kedua mulai muncul. Aliran
kedua ini mencapai maksimum ketika temperatur pyrolisis hidrokarbon mencapai
4200 C dan 4600 C, yang kemudian menurun sampai akhir
pyrolisis. Hidrokarbon kedua ini disebut S2, merupakan hidrokarbon yang
terbentuk dari kerogen didalam Rock-Eval karena penguraian bahan kerogen. S2
dianggap sebagai indicator penting tentang kemampuan kerogen memproduksi
hidrokarbon pada saat ini.
Selama pyrolisis, karbon dioksida juga dikeluarkan dari kerogen. Karbon
dioksida ini ditangkap oleh suatu perangkap selama pyrolisis berlangsung dan
kemudian dilepas pada detector kedua (direkam sabagai S3) setelah semua
pengukuran hidrokarbon selesai. Jumlah karbon dioksida yang didapat dari
kerogen yang dikorelasikan dengan jumlah oksigen tinggi berkaitan dengan
material yang berasal dari kayu selulosa atau oksida tinggi selama diagenesis,
maka kandungan oksigen tinggi di dalam kerogen merupakan indicator negatif
potensial sumber hidrokarbon.
2. Pyrolisis Tmax
Parameter Tmax adalah temperatur puncak S2
mencapai maksimum. Temperatur pyrolisis digunakan sebagai indicator kematangan,
sebab jika kematangan kerogen meningkat, temperatur yang menunjukkan laju
maksimum pyrofisis terjadi juga meningkat atau dengan kata lain jika Tmax makin
tinggi batuan semakin matang. Demikian pula halnya dengan ratio S1 (S2 + S3)
yang disebut juga transportation ratio atau OPI (Oil Production Index) dan juga
parameter Tmax. Untuk hubungan antara transformation Ratio dan Tmax dengan
kematangan dapat dilihat pada table di bawah ini.
Tabel Hubungan antara traspormation Ratio dengan Kematangan
(Espifatie etal 77 Vide tissot & Wefte 1978)
S1 1 (S1 = S2)
(mg/gr atau kg/ton)
|
Tingkat Kematangan
|
< 0,1
0,1-0,4
> 0,4
|
Beium matang
Matang (oil wirndow)
Lewat matang (gas window)
|
Tabel Hubungan antara T Max dengan Tingkat Kematangan
(Espilatie etal Vide tissot & Wefte 1978)
T Max (0C)
|
Tingkat Kematangan
|
400 – 435
435 – 460
> 460
|
Beium matang
Matang (oil wirndow)
Lewat matang (gas window)
|
Peningkatan
kematangan pada Torcian Paper Shale, cekungan Pads. Peningkatan ini sejalan
dengan bertambahnya kedalaman penimbun, seperti juga ditunjukkan oleh
meningkatnya puncak S1, bertambahnya rasio Sl(S1 + S2) dan bertambahnya T Max
(Waples, 1985, P.95).
Tabel Klasifikasi S1 + S2 (HY) (Espilatie etal 77 Vide tissot
& Welte 1978)
S1 + S2
(mg/gr atau kg/ton)
|
Tingkat Kematangan
|
0,00-1,00
1,00-2,00
2,00-6,00
6,00-10,0
10,0-20,0
> 20,0
|
Poor
Marginal
Moderate
Good
Very
good
Excellent
|
1.2.5 ANALISA TIPE
MATERIAL ORGANIK
Tipe - tipe Bahan Organik
Dalam Batuan Induk
Hampir seluruh bahan organik dapat diklasifikasikan
menjadi dua tipe utama yaitu Sapropefic dan Hurnic (POTONIE, 1908). Istilah
Spropelic menunjukkan hasil dekornposisi dari lemak, zat organik lipid yang diendapkan
dalam lumpur bawah air (Laut dan Danau) pada kondisi oksigen terbatas.
Istilah Humic menjelaskan hasil dari
pembentukan gambut, dan pada umumnya berasal dari tumbuhan darat yang
diendapkan pada rawa pada kondisi adanya oksigen. Istilah Kerogen pada mulanya
menunjukkan bahan organik dan serpih minyak yang menjadi yang menjadi minyak
akibat pematangan thermal.
Sekarang Kerogen didefinisikan sebagai
bahan organik yang tidak dapat larut dalam asam non oksidasi, basa dan pelarut
organik (HUNT, 1979), sekitar 80 - 99% kandungan bahan organik pada batuan
induk tersusun oleh kerogen, selebihnya adalah bitumen.
Dalam diagram Van Krevelen yang
dimodifikasi Tissot (1974) dan ahli lainnya (North, 1985). Ia menggambarkan
jalur evolusi pematangan (Evolusi thermal), 4 tipe kerogen yaftu :
·
Tipe 1 : Tipe ini merupakan tipe tinggi, berupa
sedimen-sedimen algal, umumnya merupakan endapan danau, mengandung bahan
organik Sapropelic, rasio atom H:C sekitar 1,6 – 1,8. Kerogen ini cenderung
menghasilkan minyak (oil prone).
·
Tipe
2 : Kerogen tipe ini merupakan tipe intermediat, umumnya merupakan
endapan-endapan tepi laut. Bahan organiknya merupakan campuran antara bahan
organik asal darat dan laut, rasio atom H:C sekitar 1,4. Tipe ini juga
menghasilkan minyak (oil prone).
·
Tipe 3 : Kerogen ini mengandung bahan organik
Humic yang berasal dari darat, yakni dari tumbuhan tingkat tinggi (ekivalen
dengan vitrinite pada batubara). Rasio antara atom H:C adalah 1,0. Tipe ini
cenderung untuk membentuk gas (gas prone).
·
Tipe 4 : Tipe ini bahan organiknya berasal dari
berbagai sumber, namun telah mengalami oksidasi, daur ulang atau teralterasi.
Bahan organiknya yang lembam (inert) miskin hydrogen (rasio atom H:C kurang dari
0,4) dan tidak menghasilkan hidrokarbon.
Kelompok maseral
|
Maseral
|
Asal Tanaman
|
Eksinit
(cenderung ke minyak
|
Alginit
Kutinit
Sporinit
Resinit
Siberinit
Liptoderinit
|
Alga
Lapisan lilin
Spora / pollen
Resin
Gabus
Berbagai
materil di atas
|
Vitrinit
(cenderung gas)
|
Telinit
Kolinit
|
Jaringan
tanaman
Gel
humus
|
Inertinit
(inert)
|
Fussinit
Semi Fussinit
Piro Fussinit
Sklerotinit
Makrinit
Makrinit
|
Arang
Tanaman
Jaringan
Jamur
Amor
tidak jelas praztnya
|
1.2.6 Metode Evaluasi
Tipe Material Organik
1.
Metode
Langsung
Metode yang dipakai adalah metode
pyrolisis, dimana setelah pyrolisis didapat (S1, S2, S3 dan T Max), maka kita
bisa mendapatkan harga Hidrogen Index dan Oksigen Indeks yaitu Hidrogen Indeks
(H1) = S2/TOC x 100; Oksigen Indeks (OI) = S3/TOC x 100. Harga ini kemudian diplotkan kedalam diagram Van
Krevelen, sehingga kita bisa menentukan tipe material organiknya. Kemudian bisa
juga dengan menggunakan data T Max dan HI, setelah itu kita mengetahui type
material organiknya, maka kita bisa menentukan lingkungan pengendapannya.
2.
Metode
tidak langsung
Sangat berbeda dengan metode langsung,
metode ini mengamati potensial sumber dari suatu kerogen dengan mengamati
karakteristik fisik dan kimia yang diperkirakan kaitannya dengan potensial
sumber. Teknik tak langsung yang umumnya digunakan adalah analisis mikroskopis
dan analisis unsur.
a.
Analisis
Mikroskopis
Studi parlikel kerogen di bawah
suatu mikroskop dengan menggunakan sinar transisi sudah merupakan bagian
integral geokimia organik untuk jangka dua decade. Kerogen dikonsentrasikan atau diisolasi dan
kemudian ditempatkan didalam sayatan mikroskopik.
Pengamatan yang terlatih akan dengan mudah
mengetahui adanya beberapa macam partikel kerogen, seperti spora, pollen,
acritachs, resin dan material dari lapisan lilin tanaman yang dapat diakitkan
dengan prazat biologisnya. Partikel lain yang telah mengalami transformasi
eksistensif sering dilakukan untuk membedakan kerogen amorf yang berpotensial
membentuk minyak (berflouresen) dari kerogen amorf yang berpotensial membentuk
gas (tidak berflouresen).
b.
Analisis
Unsur
Parameter penting di dalam
analisis unsur untuk evaluasi batuan induk adalah rasio HIC suatu kerogen.
Karena hydrogen merupakan reagen terbatas dalam pembentukan hidrokarbon
(hydrogen biasanya habis lebih dahulu dibandingkan dengan karbon), maka jumlah
asal hydrogen menentukan jumlah maksimum hidrokarbon yang terbentuk oleh suatu
kerogen.
Metode tidak langsung merupakan metode
yang berguna dalam penetuan potensial batuan induk meskipun kepopuleran metode
ini tergeser oleh kepopuleran metode pyrolisis batuan induk. Walaupun demikian,
disarankan agar setiap avaluasi batuan induk dilakukan analisis unsur atau
mikroskopik untuk mencek hasil pyrobsis.
Kelebihan dan
Kekurangan Metode Tidak Langsung
Kelebihan dari metode ini adalah kita
dapat memperoleh gambaran tentang komposisi kimia dan sejarah suatu kerogen,
sehingga kita akan dapat mengerti semua masalah geologi dan geokimia yang
mempengaruhi kualitas batuan induk.
Kelebihan lainnya ialah kita akan
mendapatkan data yang akhimya akan kita bandingkan dengan metode langsung.
Kekurangannya ada dua : kecepatan dan biaya analisisnya yang umumnya lebih
tinggi dari kedua hal tersebut untuk pyrolisis, sedangkan hasilnya tidak
langsung memberikan kita gambaran tentang kapasitas pembentukan hidrokarbon
batuan tersebut.
Tabel 1. Geochemical Parameters Describing
Source Rock
Generative Potential
Quantity
|
TOC
(wt. %)
|
S1*
|
S2*
|
Poor
Fair
Good
Very Good
|
0 – 5
0,5 – 1
1 – 2
> 2
|
0 – 0,5
0,5 – 1
1 – 2
> 2
|
0 – 2,5
2,5 – 5
5 – 10
> 10
|
*Nomenclature S1 = mg HC/g rock S2 = mg HC/g rock
Tabel 2. Geochemical Parameters Describing
Type of
Generative Generated
Type
|
HI
(mg HG/g Corg)*
|
S2/S3
|
Gas
Gas and Oil
Oil
|
0 – 150
150 – 300
> 300
|
0 – 3
3 – 5
> 5
|
*Assumes
a level of thermal maturation equivalent to Ro = 0,6%
Tabel 3. Geochemical Parameters Describing
Type of
Thermal Maturation
Maturation
|
PI
[S1/(S1+S2)]
|
Tmax
(oC)
|
Ro
(%)
|
Top oil window
(birthline)
|
~ 0,1
|
~ 435 – 445*
|
~ 0,6
|
Bottom oil
(deadline)
|
~ 0,4
|
~ 470
|
~ 1,4
|
*Many
maturation parameters (particulary Tmax) depend on type of OM
Caesars Palace Hotel Casino & Spa - Dr.MCD
ReplyDeleteCaesars 서산 출장안마 Palace 전라남도 출장안마 Hotel 안양 출장안마 Casino & Spa is a casino in the 논산 출장마사지 Marina District, Washington state. Caesars Palace Hotel and Casino is a 100% 서울특별 출장샵 First Class Casino